Bimbingan dan konseling merupakan layanan kemanusiaan.
Pelaksanaannya selain harus berlandaskan pada prinsip-prinsip dan asa-asas
tertentu, juga harus mengacu kepada landasan bimbingan dan konseling itu
sendiri. Ada beberapa lndasan bimbingan dan konseling, yaitu landasan
filososif, landasan religious, landasan psikologis, dan landasan pedagogis.
1. Landasan Filosofis
Kata filosofi
atau filsafat berasal dari bahasa yunani : philos berarti cinta,
dan shopos berarti bijaksana. Jadi filosofis berarti kecintaan terhadap
kebijaksanaan. Lebih luas, kamus Webster New Universal memberikan
pengertian bahwa filsafat merupakan ilmu yang mempelajari kekuatan yang
didasari proses berfikir dan bertingkah laku, teori tentang prinsip-prinsip
atau hukum-hukum dasar yang mengatur alam semesta serta mendasari semua
pengetahuan dan kenyataan, termasuk kedalamnya studi tentang estetika, etika,
logika, metafisika, dan lain sebagainya.[1]
Filsafat memahami
hakikat sesuatu dengan sedalam-dalamnya, selengkap-lengkapnya, seluas-luasnya,
setuntas-tuntasnya, dan setinggi-tingginya. Sesuatu yang difikirkan itu
dikupas, diteliti, dikaji dan direnungkan sehingga diperoleh pemahaman
menyeluruh tentang hakikat keberadaan dan keadaan sesuatu itu. Hasil pemikiran
yang menyeluruh itu selanjutnya dipakai sebagai dasar untuk bertindak berkenaan
dengan sesuatu yang dimaksudkan itu.
Pelayanan bimbingan
dan konseling meliputi serangkaian kegiatan atau tindakan yang diharapakan
merupakan tindakan yang bijaksana. Untuk itu diperlukan pemikiran filosofis
tentang berbagai hal yang menyangkut pelayanan bimbingan dan konseling.
Pemikiran dan pemahaman filosofis menjadi alat yang bermanfaat bagi pelayanan
bimbingan dan konseling pada umumnya, dan bagi konselor pada khususnya, yaitu
membantu konselor dalam memahami situasi konseling dan dalam membuat keputusan
yang tepat. Landasan filosofis dalam pelayanan bimbingan dan konseling akan
membantu konselor memahami hakikat klien (siswa) sebagai manusia. Hakikat
manusia dengan berbagai dimensi kemanusiaannya (fisik, psikologis, dan
spiritual) serta dengan segenap tujuan dan tugas kehidupannya menjadi landasan
bagi konsepsi dan penyelenggaraan bimbingan dan konseling. [2]
2. Landasan Religius
Allah
Swt. mengamanatkan kepada manusia untuk menjadi pemimpin (khalifah fil ‘ardh),
terutama pemimpin bagi dirinya sendiri. Untuk dapat memikul amanah itu, Allah
Swt. telah menciptakan manusia dengan segala fasilitas keinsanan dan keutuhan
yang sempurna dan lengkap. Landasan religious bagi layanan bimbingan dan
konseling ditekankan pada tiga hal pokok, yaitu:[3]
·
Keyakinan bahwa manusia dan seluruh alam semesta adalah makhluk
Tuhan
·
Sikap yang mendorong perkembangan dan perikehidupan manusia
berjalan ke arah dan sesuai dengan kaidah-kaidah agama, dan
·
Upaya yang memungkinkan berkembang dan dimanfaatkannya secara
optimal suasana dan perangkat budaya (termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi)
serta kemasyarakatan yang sesuai dan meneguhkan kehidupan beragama untuk
membantu perkembangan dan pemecahan masalah individu
Landasan religious dalam bimbingan
dan konseling pada umumnya ingin menetapkan klien sebagai makhluk Allah Swt
dengan segenap kemuliaan kemanusiaan. Klien hendaknya diperlakukan dalam
suasana dan dalam cara yang penuh kemuliaan kemanusiaan pula. Dalam masyarakat,
ada banyak macam agama. Maka konselor harus hati-hati dan bijaksana menerapkan
landasan religius terhadap klien (siswa) yang berbeda latar belakang agamanya. Dalam
konteks islam, implementasi layanan bimbingan dan konseling yang berlandaskan
religius, harus merujuk kepada ajaran Islam yang terangkum dalam Al-Qur’an dan
Hadits. Ini bermakna bahwa praktik pemberian layanan bimbingan dan konseling di
sekolah atau madrasah terlebih lagi untuk klien yang beragama islam, tidak
boleh bertentangan dengan ajaran Islam.[4]
3. Landasan Psikologis
Psikologi merupakan
kajian tentang tingkah laku individu. Landasan psikologis dalam bimbingan dan
konseling berarti memberikan pemahaman tentang tingkah laku individu yang
menjadi sasaran layanan (klien). Hal ini sangat penting karena bidang garapan
bimbingan dan konseling adalah tingkah laku klien yang perlu di ubah atau
dikembangkan apabila hendak mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya atau
ingin mencapai tujuan-tujuan yang dikehendakinya.[5]
Untuk kepentingan layanan bimbingan
dan konseling, sejumlah aspek psikologi yang perlu dikuasai oleh para pembimbing
(konselor) meliputi:
1.
Motif dan motifasi
2.
Pembawaan dasar dan lingkungan
3.
Perkembangan individu
4.
Belajar, balikan dan penguatan
5.
Kepribadian
4. Landasan Pedagogis
Bimbingan dan konseling identik dengan pendidikan artinya ketika
seseorang melakukan praktik pelayanan bimbingan dan konseling berarti ia sedang
mendidik, sebaliknya apabila seseorang melakukan praktik pendidikan (mendidik)
berarti ia sedang memberikan bimbingan.
Landasan pedagogis pelayanan
bimbingan dan konseling setidaknya berkaitan dengan : (1) pendidikan sebagai
upaya pengembangan manusia dan bimbingan merupakan salah satu bentuk kegiatan
pendidikan, (2) pendidikan sebagai inti proses bimbingan dan konseling, dan (3)
pendidikan lebih lanjut sebagai inti tujuan bimbingan dan konseling.
a. pendidikan
sebagai upaya pengembangan manusia dan bimbingan merupakan salah satu bentuk
kegiatan pendidikan.
Pendidikan dapat diartikan sebagai
upaya membudayakan manusia muda. Upaya pembudayaan ini meliputi pada garis
besarnya penyiapan manusia muda menguasai alam lingkungannya, memahami dan
melaksanakan nilai-nilai dan norma yang berlaku, melakukan peranan yang sesuai,
menyelenggarakan kehidupan yang layak, dan meneruskan kehidupan generasi orang
tua mereka. Untuk tugas-tugas masa depan mereka itu, melalui proses pendidikan
manusia mudah memperkembangkan diri dan sekaligus mempersiapakan diri dengan
potensi yang ada pada diri mereka dan prasarana serta sarana-sarana yang
tersedia.[6]
Dalam pengertian pendidikan tersebut,
secara eksplisit, disebutkan bimbingan sebagai salah satu bentuk upaya
pendidikan. Oleh karena itu segenap pembicaraan tentang bimbingan dan konseling
tidak boleh lepas dari pengertian pendidikan yang telah dirumuskan secara
praktis, dengan demikian dalam pelayanan bimbingan dan konseling harus
terkandung komponen-komponen tersebut, yaitu :
Ø Merupakan usaha
sadar.
Ø Menyiapkan
peserta didik (klien)
Ø Untuk perannya
dimasa yang akan datang.
Bimbingan dan konseling menyediakan
unsure-unsur diluar individu yang dapat dipergunakannya untuk mengembangkan
diri. Untuk dapat berkembang dengan baik dan mandiri, setiap individu
memerlukan pengetahuan dan keterampilan, jasmani dan rohani yang sehat, serta
kemampuan penerapan nilai dan norma-norma hidup kemasyarakatan. [7]
b. pendidikan sebagai inti proses bimbingan dan konseling
Bimbingan dan
konseling mengembangkan proses belajar yang dijalani oleh para klien. Bimbingan
dan konseling merupakan proses yang berorientasi pada belajar, yakni belajar
untuk memahami lebih jauh tentang diri sendiri. Belajar un tuk mengembangkan
dan menerapkan secara efektif berbagai pemahaman. Dalam proses konseling klien
mempelajari keterampilan dalam pengambilan keputusan, pemecahan masalah,
tingkah laku, tindakan serta sikap-sikap baru. Melalui belajar itulah klien
memperoleh berbagai hal yang baru bagi dirinya, dari situlah klien berkembang.
c. pendidikan lebih lanjut sebagai inti tujuan bimbingan dan
konseling
Bimbingan dan konseling mempunyai
tujuan khusus (jangka pendek) dan tujuan akhir (jangka panjang). Tujuan khusus
(jangka pendek) dal;am pelayanan bimbingan dan konseling adalah membantu
individu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya, sedangkan tujuan akhir
(jangka pnjang) adalah bimbingan diri sendiri. Siswa mampu mengembangkan
kemampuan sendiri untuk memecahkan masalah-masalahnya sendiri tanpa pelayanan
dan bimbingan konseling lagi.[8]
Tujuan-tujuan bimbingan dan
konseling, selain memperkuat tujuan-tujuan pendidikan, juga menunjang proses
pendidikan pada umumnya
[1] Prayitno dan Erman Amti, 1999, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling,
Jakarta: PT Rineka Cipta, Hal. 137
[2] Tohirin, 2007, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah
(Berbasis Integrasi), Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Hal. 96
[3] Prayitno dan Erman Amti, 1999, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling,
Jakarta: PT Rineka Cipta, Hal. 146
[4] Tohirin, 2007, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah
(Berbasis Integrasi), Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Hal. 98
[5] Prayitno dan Erman Amti, 1999, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling,
Jakarta: PT Rineka Cipta, Hal. 154-156
[6] Prayitno dan Erman Amti, 1999, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling,
Jakarta: PT Rineka Cipta, Hal. 181
[8] Tohirin, 2007, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah
(Berbasis Integrasi), Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Hal. 109
Tidak ada komentar:
Posting Komentar