Rabu, 26 Desember 2012

Sejarah Prodi S-1 PGMI di Indonesia


Sejarah Prodi S1 PGMI di Indonesia
Oleh: Rizky Sulistyo Amilia
Latar Belakang
Pendidikan agama merupakan bagian tak terpisahkan dari Sistem Pendidikan Nasional, bahkan memiliki posisi strategis karena pendidikan agama seringkali dituntut memainkan tugas dan fungsi sebagai wahana bagi pengembangan pribadi, watak dan akhlak mulia (Al-Akhlak Al- Karimah) peserta didik. Undang-Undang Np. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengamanatkan agar guru memiliki kulifikasi akademik minimal sebagai sarjana atau diploma empat. Dalam realitanya saat ini hanya sebagian kecil dari tenaga pendidik di Indonesia yang sudah memenuhi persyaratan tersebut. Untuk menyiapkan agar semua tenaga pendidik Indonesia mempunyai kualifikasi akademik minimal sarjana atau diploma empat memerlukan waktu yang panjang.[1]  

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dan Undang–Undang (UU) Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, mensyaratkan peningkatan kualifikasi guru SD/MI dari lulusan DII menjadi minimal lulusan S1 atau DIV. Pemberlakuan kedua regulasi tersebut berimplikasi pada penyebarluasan Program S1 PGSD/S1 PGMI. Sehubungan dengan itu, Direktorat Ketenagaan DIKTI telah menyusun standar kompetensi Guru Kelas SD Lulusan S1 PGSD. Standar kompetensi tersebut seyogianya dijadikan acuan dalam pengembangan kurikulum yang dilakukan pada Program Studi  S1 PGSD maupun S1 PGMI di setiap perguruan tinggi yang melaksanakan program tersebut.[2]  
A.   Sejarah Berdirinya PGMI di Indonesia
Dalam konteks era global, pendidikan mau tidak mau akan memasuki globalisasi pendidikan, dengan globalisasi ini, menuntut perguruan tinggi untuk lebih terbuka dan transparan serta melakukan daya banding dan daya saing (benchmark) di tengah lingkungannya, baik dalam skala lokal maupun global.[3]
Menurut data Direktorat Tenaga Kependidikan, jumlah ketersediaan pendidik masih kurang dan hal ini merupakan salah satu kendala yang dihadapi dalam usaha meningkatkan kualitas pendidikan sekolah. Banyak SD/MI yang hanya memiliki tiga atau empat orang guru sehingga harus mengajar secara paralel dan simultan. Disamping itu, banyak tenaga pendidik yang tidak memenuhi persyaratan akademis, baik yang menyangkut pendidikan minimal yang harus dipenuhi maupun kesesuaian latar belakang bidang studi dengan pelajaran yang harus diberikan. Sebagai gambaran, dari sekitar 1.779.904 guru SD, baru sekitar 1.000 guru yang telah menempuh pendidikan jenjang sarjana atau diploma empat. Disamping itu, masih banyak pula ditemukan tenaga pendidik dengan latar belakang pendidikan umum mengajar pendidikan agama, dan sebaliknya.[4]
Antisipasi ke arah ini, telah dituangkan dalam PP. No. 19 tahun 2005, secara tegas tentang Standar Nasional Pendidikan. Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang ditetapkan, pada dasarnya memacu praktisi pendidikan, pengelola pendidikan, para dosen, guru dan masyarakat untuk lebih serius membenahi pendidikan. Persoalannya, di tengah tuntutan pada era globalisasi pendidikan, justru kita tengah menghadapi kesulitan dalam mendesain kurikulum pendidikan, pemenuhan sumber belajar, SDM dan kompetensi Dosen, mutuoutput/outcome pendidikan, pembiayaan pendidikan, lemahnya sistem rekrutmen, bahkan SDM pimpinan. Kenyataan ini semua, turut mempersulit lembaga PTAI se-Indonesia untuk melakukan inovasi kurikulum, pembaharuan dan pengembangan menjadi perguruan tinggi yang berkeunggulan berbasis stakeholder.[5]
Upaya untuk mewujudkan perguruan tinggi yang demikian, sebenarnya menuntut keterlibatan semua pihak, termasuk sarana dan fasilitas lembaga yang ada. Bagaimanapun baiknya mutu raw input (mutu mahasiswa yang masuk), dosen yang profesional dan berprestasi, sarana dan fasilitas yang menunjang pengajaran yang baik, akan tetapi tidak didukung oleh masyarakat, maka tidak akan banyak memberikan andil dalam mewujudkan perguruan tinggi yang berkeunggulan.[6]
Rendahnya mutu lulusan, lemahnya kebijakan di bidang pendidikan, kurang memadainya sarana dan prasarana pembelajaran, sampai kepada rendahnya jenjang pendidikan guru dipandang ikut memperlemah kompetensi dan profesionalitas pelayanan pendidikan. Kelemahan ini menunjukkan kegagalan pendidikan dalam melahirkan sarjana di perguruan tinggi, dan hal ini berarti kegagalan perguruan tinggi dalam menyiapkan kebutuhan pasar bagi outputpendidikan. Padahal seharusnya mesti ada sinergisitas antara perguruan tinggi dengan ”pasar” dalam menyerap tenaga kerja.[7]
Belum lagi perguruan tinggi dihadapkan pada perkembangan masyarakat yang semakin cerdas, baik karena hasil dari produk pendidikan maupun karena era keterbukaan dengan akses teknologi yang semakin mudah. Karena itulah dalam menyiasati keberadaan guru khususnya guru MI perlu dilakukan pengembangan melalui program PGMI.[8]
Karena itu, dengan hadirnya Program S1 PGMI menjanjikan harapan yang besar bagi peningkatan peran pendidikan khususnya bagi guru madrasah Ibtidaiyah. Melalui program ini, maka desain dan format pendidikan dibangun melalui rekonstruksi kurikulum yang meliputi bangunan filosofi kurikulum, desain kurikulum, uji kelayakan, dan pembentukan silabus S1 PGMI yang mengarah pada kompetensi tamatan, kompetensi rumpun (hasil belajar, kompetensi PTAI) dan kompetensi mata pelajaran.[9]
Hadirnya program Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) secara institusional ini, paling tidak telah memberikan ruang gerak, arah, kebijakan serta strategi dalam kerangka menyiapkan kompetensi keguruan kepada calon guru agar menjadi ahli dan profesional secara akademik, serta memiliki sejumlah pengetahuan keguruan yang menjadi modal dasar untuk menjadi tenaga pendidik yang layak, kompeten, serta terikat dengan sejumlah kode etik keguruan pada tingkatan madrasah Ibtidaiyah. Program S-1 PGMI ini menjanjikan sejumlah harapan kepada calon guru MI dengan bekal legalitas sarjana sebagai tenaga pengajar pada MI dengan sertifikasi untuk mengajar di MI.[10]
Program PGMI yang diselenggarakan akan memberikan sejumlah kematangan bagi seorang sarjana agar memiliki karakteristik dan profil sebagai tenaga pendidik sesuai dengan kapabilitas keilmuan yang dimiliki pada jenjang pendidikan yang dilalui.[11]
Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Thaaha : 114
n?»yètGsù ª!$# à7Î=yJø9$# ,ysø9$# 3 Ÿwur ö@yf÷ès? Èb#uäöà)ø9$$Î/ `ÏB È@ö6s% br& #Ó|Óø)ムšøs9Î) ¼çmãômur ( @è%ur Éb>§ ÎT÷ŠÎ $VJù=Ïã ÇÊÊÍÈ  
“Maka Maha Tinggi Allah raja yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al qur'an sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu, dan Katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan."

Penyelenggaraan program PGMI, menjanjikan harapan yang besar bagi output pendidikan ke depan. Entry point kurikulum PGMI ini bertumpu pada dua hal, yaitu legal dan performance kompetences. Legal kompetence diarahkan peserta didik (calon guru MI) kepada kepantasan dan kelayakan seorang sarjana yang siap untuk mengajar, mendidik dan melatih serta membimbing siswa, dengan kata lain siap menjadi guru MI yang ditandai dengan adanya sertifikasi ijazah yang dimiliki. Dengan sertifikasi ini, diharapkan menjadi bukti kualifikasi keilmuan dan kompetensi, sehingga benar-benar dapat memperlihatkan sosok guru yang diperlukan sesuai bidangnya.[12]
Sedangkan performance kompetetence diarahkan pada layaknya seorang sarjana menjadi guru MI, didasarkan atas kepemilikan seperangkat kecakapan, kemampuan serta profesionalitas. Seorang yang profesional, ia ahli dalam ilmu dan terampil dalam berbuat (basthatan fil ’ilmi wal jism). Dengan seperangkat performance itulah dia berhak menyandang profesi guru MI. Atas dasar pemikiran ini, maka PGMI dirasakan sangat penting dan strategis. Dikatakan penting, karena melalui PGMI dapat dijadikan awal dan kesempatan bagi penyiapan guru yang profesional dan ahli pada tingkatan MI serta dapat melahirkan lulusan MI dengan SDM yang baik pada tingkatan lokal dan nasional. Penyiapan SDM lulusan PGMI yang baik ini, diharapkan pada akhirnya akan memberikan konribusi positif bagi percepatan pembangunan nasional.[13]
Karena itulah, melalui program PGMI ini, paling tidak sasaran PGMI seharusnya diarahkan pada pencapaian sasaran, yaitu:[14]
1)    Memberi sejumlah kompetensi keguruan pada guru MI; Kompetensi yang dimaksud adalah a) kompetensi pedagogik, b) kompetensi kepribadian, c) kompetensi sosial, dan d) kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi, yakni sebagai guru MI/SDI melalui program PGMI,
2)     Mewujudkan kinerja (performance) pembelajaran guru secara optimal melalui PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan); kinerja demikian diharapkan memberikan penyegaran terhadap proses pembelajaran (instructional) dengan lebih menekankan pada pembelajaran berbasis siswa sebagai sasaran (subyek) belajar melalui interaksi pembelajaran,
3)    Penguasaan atas materi (content) kurikulum SD/MI dengan baik; yang ditandai dengan kemampuan untuk menguasai kurikulum berupa komponen institut, fakultas dan jurusan.
4)    Memberikan kesempatan kepada Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) di daerah secara nasional untuk bersama-sama dan berkompetisi melakukan percepatan pendidikan dan perbaikan mutu pendidikan guru pada tingkatan SD/MI di sekolah/madrasah secara nasional, antara lain melalui: Lembaga Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Agama (LPTKA), PGMI, akreditasi, dan sertifikasi,
5)    Menyiapkan calon guru SD/MI yang profesional, yang ditandai dengan kemampuan teoritis-ilmiah, dan kemampuan aplikatif dengan program magang, microteaching, PKLT, Kukerta, dan program lain.
6)    memenuhi kekurangan guru MI/SD secara nasional; kekurangan ini terjadi sebagai akibat pertambahan angka usia sekolah (usia SD/MI), maupun karena faktor-faktor lain seperti pertambahan jumlah penduduk, penyebaran masyarakat dan pendidikan, pensiun, meninggal, dan sebagainya, sehingga membutuhkan guru tidak saja secara kualitas tetapi juga kuantitas yang memadai dan berimbang untuk memenuhi diseminasi pendidikan bagi kebutuhan guru MI/SDI.
7)    Memperkuat kebijakan pemerintah di bidang peningkatan SDM guru melalui program penghapusan D2/D3 menjadi S1 bagi semua guru pada berbagai tingkatan dan jenis pendidikan; hal ini dilakukan sebagai komitmen untuk memperkuat pelayanan dan mutu pendidikan bagi setiap peserta didik, sehingga tidak ditemukan lagi guru yang mengajar hanya bebekal pendidikan
8)    D2 dan D3 secara nasional.

B.   Dasar Hukum PGMI
Dalam penyelenggaran tersebut, yang menjadi landasan atau dasar hokum Program Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) adalah sebagai berikut:
1.      Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
2.     Undang-Undang nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,
3.     Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 60 tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi Republik Indonesia
4.     Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP),
5.     Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 7 tahun 2007 tentang perubahan keenam atas Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 10 tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia,
6.     Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia nomor 394 tahun 2003 tentang Pedoman Pendirian Perguruan Tinggi Agama Islam,
7.     Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia nomor 156 tahun 2004 tentang Pedoman Pengawasan, Pengendalian dan Pembinaan Program Diploma, Sarjana dan Pascasarjana pada Perguruan Tinggi Agama Islam,
8.     Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia nomor 353 tahun 2004 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi Agama Islam,
9.     Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia nomor 387 tahun 2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembukaan Program Studi pada Perguruan Tinggi Agama Islam,
10.       SK Direktur Jenderal Pendidikan Islam nomor Dj.I/257/2007, tanggal 10 Juli 2007 tentang Izin Penyelenggaraan Program Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) jenjang Strata Satu pada Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI).
DAFTAR PUSTAKA
http://blog.sunan-ampel.ac.id/taufik/?p=241 (Diakses pada 26 Desember 2012)
http://pgmibatam.blogspot.com/2010/04/4.html (Diakses pada 26 Desember 2012)
http://staiibrahimy.eu5.org/s1_pgmi.html (Diakses pada 26 Desember 2012)





[1] Lihat: http://stia.almaata.ac.id/institusi/prodi-pgmi.html (diakses pada 26 Desember 2012)
[2] Lihathttp://blog.sunan-ampel.ac.id/taufik/?p=241 (diakses pada 26 Desember 2012)

[3] Opcit
[4] Lihat: http://stia.almaata.ac.id/institusi/prodi-pgmi.html (diakses pada 26 Desember 2012)
[5] Lihat:  http://blog.sunan-ampel.ac.id/taufik/?p=241 (diakses pada 26 Desember 2012)
[6] Ibid
[7] Ibid
[8] Ibid
[9] Ibid
[10] Ibid
[11] Ibid
[13] Ibid
[14] Ibid 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar